PENYESALAN

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Hujan rintik tak jua reda, langit gelap tak jua sirna. Hari ini mendung, hari ini langit menangis pilu. Arlina juga menangis, hatinya semendung langit siang ini. Rasa sakit di dadanya tak mampu di tahan lagi, Arlina terlalu kecewa dan patah hati menerima kenyataan yang sedang di hadapinya kini. Gilang kekasih hatinya memilih pergi dari hidupnya. Mengakhiri hubungan mereka yang sudah terjalin hampir dua tahun ini. Arlina tidak mengerti apa salah dirinya, selama ini yang dia tahu hanya terus mencintai Gilang, setulus hati, sepenuh jiwa, bahkan melebihi cintanya pada dirinya sendiri. Demi Gilang dia meninggalkan orang tuanya yang tak merestui hubungan mereka, dia meninggalkan keluarga, harta dan segalanya, itu semua demi Gilang yang sangat di pujanya. Namun di siang kelam ini pengorbanan itu sia-sia, Gilang memutuskan dirinya hanya dengan alasan lelah dengan semua yang Arlina lakukan untuk mempertahankan cinta mereka. Gilang berpikir Arlina sudah melewati batas dari sekedar mempertahankan cinta, gadis itu terlalu posessif. “Apa salahku Lang?” Rintih Arlina menatap Gilang patah. “Aku lelah di atur olehmu Lin, kamu terlalu possesif, kamu terlalu mengekang kehidupanku, melarang ini itu, bahkan kamu tak mengijinkan aku untuk bergaul dengan teman-temanku sendiri..” Gumam Gilang getir “Itu karena aku mencintaimu..” Bantah Arlina membela diri. “Bukan. Itu karena kamu tak percaya aku..” Balas Gilang datar “Aku hanya takut kehilangan kamu Lang..” “Tapi haruskah dengan membatasi kehidupanku?” “Beri aku kesempatan Lang, aku akan berubah untukmu, aku gak mau pisah sama kamu, aku bisa mati tanpamu..” Ratap Arlina memohon, matanya semakin basah oleh airmata. “Sudah terlalu sering aku memberi kesempatan, terlalu sering aku terus bersabar, tapi kamu tak pernah berubah..” Tolak Gilang dingin “Aku mohon Lang, beri kesempatan sekali lagi, aku tak mau berpisah darimu..” “Maaf Lin, aku tak bisa.. Selamat tinggal semoga kamu bahagia tanpa aku..” Dan semuanya berakhir. Gilang pergi, meninggalkan Arlina dengan tangisnya yang menyayat tiada henti. Meninggalkan Arlina dengan rasa perih di dada, kecewa di hatinya yang terdalam, dan hancurlah semua cinta dan harapan yang Arlina miliki. Semuanya kini musnah terbakar dan menjadi abu. Seminggu berlalu setelah kejadian itu, dan malam ini Gilang datang kembali ke Apartemen Arlina yang dulu pernah di tempatinya bersama, selama hampir dua tahun mereka hidup bersama dalam satu kamar Apartemen yang mereka sewa. Tapi saat Gilang memutuskan berpisah dengan Arlina, saat itu juga dia keluar dari Apartemen itu, pindah entah kemana. Malam ini Gilang datang setelah sehari sebelumnya Arlina mengirimkan pesan sms memohon pada Gilang untuk datang di undangan makan malam, itu akan jadi pertemuan yang terakhir janji Arlina. Karena ini adalah malam istimewa dirinya, Arlina ingin merayakannya dengan Gilang. Malam ini ulang tahunnya yang ke 20. Gilang menyanggupi datang, pertama karena dia kasihan pada Arlina yang terus memohon. Ke dua karena dia mempunyai suatu rencana lain yang tak Arlina tahu. Dan kini dia sudah berdiri tepat di hadapan Arlina yang tersenyum gembira saat menyambutnya. Di dalam Apartemen mereka dulu. Tak ada kesedihan lagi disana, sepertinya Arlina memang sangat berusaha melupakan semuanya. Gilang cukup heran juga dengan perubahan Arlina, secepat itu gadis cantik itu melupakan semuanya, bukankah seminggu kemarin dia sampai lelah menghadapi rengekan permintaan maaf Arlina, tiada henti Arlina memohon untuk di beri kesempatan kedua. Seminggu kemarin Arlina seakan gila hanya karena tak lagi memiliki Gilang. Tapi malam ini dia seperti tak lagi mempunyai rasa itu. Sedang berpura-pura kah dia? — Sebuah makan malam telah di persiapkan Arlina dengan sempurna. Dia segera membawa Gilang untuk menyantap hidangan yang telah susah payah dia sediakan, spesial untuk mereka malam ini. “Terimakasih karena telah mau datang Lang, aku berjanji ini akan jadi pertemuan kita yang terakhir..” Ucapnya dengan senyum termanis saat mereka selesai bersantap. Matanya berbinar memandangi Gilang yang tampak pula sumringah malam itu. “Kamu yakin ini akan jadi malam terakhir kita?” Balas Gilang sedikit menggoda. “Tentu saja, bukankah itu yang kau inginkan? Dan aku akan mewujudkannya, apapun mau kamu, asal kamu bahagia Lang..” Ucap Arlina dengan nada sangat yakin, senyumnya kembali mengukir indah di kedua bibirnya mengukir lesung di kedua pipinya yang putih. “Beberapa menit lagi Lang, tepat di hari ulang tahunku yang ke 20 dan tentunya di hari jadi kita yang ke dua kita akan berpisah selamanya..” Desah Arlina lagi terlihat tenang walau tak bisa di pungkiri matanya bergerak gelisah melirik pada jam dinding yang beberapa menit lagi tepat pada jam dua belas malam. Mendengar itu Gilang sedikit heran, ada yang aneh dengan sikap Arlina, hati gilang bertanya-tanya “Apa maksudmu dengan beberapa menit lagi? Apakah kau akan mengusirku tepat di jam 12 malam, di saat ulang tahunmu?” Tanya Gilang tak mengerti “Kamu akan tahu sebentar lagi Lang, ini spesial untuk kamu dariku..” Bisik Arlina melempar senyum misteri, Gilang menautkan alisnya penasaran, namun dia enggan bertanya, mungkin itu sebuah kejutan seperti kejutan yang telah di persiapkannya. Saat mereka sejenak hening, tiba-tiba bel berbunyi, Arlina tampak terkejut, namun ada senyum samar di wajah Gilang. “Ini bukan waktunya bertamu, manusia mana yang tak punya etika mengganggu orang lain tengah malam begini..” Arlina menggerutu, dia tak suka ada pengganggu acaranya malam ini. “Bukalah Lin, mungkin itu akan membuatmu terkejut..” Lirih Gilang dengan senyum penuh arti. “Apa maksudmu?” Gadis itu menatap Gilang heran, sedang pemuda itu hanya memberi isyarat agar Arlina segera membuka pintu. Bel masih terdengar nyaring berbunyi, sedikit penasaran Arlina segera beranjak menuju pintu. Tiba di depan pintu gadis itu mengintip ke luar, wajah lelah seorang pemuda bertopi terlihat olehnya, sepertinya pemuda itu seorang kurir, perlahan dia membuka pintu. “Cari siapa?” Tanyanya dengan raut penasaran, apalagi dia melihat banyak barang yang di bawa kurir itu, sepertinya itu beberapa hadiah. Arlina melihat bucket bunga Mawar merah, dan sebuah kado berpita cantik, juga ada sebuah amplop cukup besar di tangan pemuda kurus itu. “Apakah ini benar Apartemen nona Arlina Dewi Setianingsih?” “Yah, itu saya?” “Maaf nona anda mendapat beberapa kiriman, tolong di terima dan tanda tangani disini..” Pemuda itu menyodorkan sebuah kertas tanda terima, setelah di tanda tangani oleh Arlina yang tampak keheranan kurir itu lalu menyerahkan paket yang di bawanya, dan pamit pergi meninggalkan Arlina yang tampak terkejut setelah membaca pengirim hadiah-hadiah itu. Di sana tertulis nama: GILANG DEWO PRAMONO. Dengan hati yang campur aduk Arlina gamang menatap kado-kado itu, sesekali dia menengok ke dalam Apartemennya dimana disana Gilang masih menunggunya di meja makan. Dengan gemetar dan dadanya yang bergemuruh tak karuan perlahan dia membuka amplop yang di pegangnya. Dear Arlina sayangku.. Maaf ya sayang kemarin aku udah buat kamu nangis yah walau cuma bentar sih. Itu sengaja aku lakukan untuk menyempurnakan kejutan yang aku buat ini, spesial buat kamu. Aku cinta banget sama kamu, jangan marah lagi yaa.. Arlina sayangku.. Untuk permintaan maaf karena udah buat kamu marah and sedih nah aku belikan bunga mawar merah yang banyak buatmu, kamu suka mawar merah kan? Ayo sekarang senyum lagi, buat wajahmu kembali manis seperti biasanya.. Dan satu kue ultah buat hari jadimu yang ke 20 spesial aku yang buat loh sayang, mudah-mudahan saja rasanya enak, tapi cantik kan? Semoga kamu panjang umur, selalu sehat dan semakin mencintaiku, aku berharap hubungan kita abadi sayang, I love you.. Terakhir kado spesial untuk hari jadi kita yang kedua aku udah siapin dua tiket liburan buat kita ke Bali, selama ini aku nabung buat wujudin mimpi kamu ini, kita kan bersenang-senang disana sayang selama seminggu Full, aku udah ambil cuti loh.. Met ultah ya sayang, and met hari jadi kita yang ke dua, selalulah percaya bahwa aku selalu ada untukmu.. I love You.. Dari Gilang yang selalu mencintaimu.. Seperti kerasukan Arlina segera membuka kado berpita cantik itu, sebuah Kue Tart berlukis namanya terpampang di hadapannya, dan bucket mawar itu menebar harum kasih tulus, air mata meleleh di kedua pipi Arlina, tangannya yang gemetar meremas dua lembar ticket penerbangan besok pagi ke Bali, pulau impiannya berbulan madu saat suatu hari nanti dia menikah dengan Gilang sang kekasih. Tiba-tiba Arlina menjerit-jerit histeris, memanggil nama sang kekasih, dia berlari pontang panting menuju ruang makan. Mata Arlina nanar, mematung beku, dia terlambat, di sana di meja makan itu Gilang tertelungkup di atas meja, mulutnya berbuih penuh busa, tubuhnya terdiam kaku. Arlina segera menubruk tubuh itu, memeluknya, mengangkat wajah yang terbenam di meja itu. Namun tubuh itu telah kaku, dari mulutnya buih-buih busa keluar begitu banyak. Gilang mati karena racun yang dia taburkan di jamuan makan malam untuk Gilang. Rasa sakit hati karena di putuskan sepihak membuat Arlina dendam, cinta yang dalam telah berubah menjadi kebencian yang memuncak. Arlina berpikir, jika dia tak dapatkan Gilang maka tak akan di biarkannya orang lain memiliki Gilang, dan kematian jalan satu-satunya untuk mewujudkan rencananya. Tangis Arlina pecah, berteriak-teriak histeris memanggil-manggil nama Gilang sang kekasih tercinta. Arlina tak menyangka kejadiannya akan seperti ini, dia tak menyangka kekejaman Gilang memutuskan dirinya ternyata hanya untuk sebuah kejutan dan kado manis dari cinta yang tulus sang kekasih, andai dia menyadarinya, andai dia mengerti hati Gilang, andai dia mampu bersabar. Namun semua penyesalan itu kini terlambat sudah. Semuanya berakhir seperti yang dia inginkan. Gilang mati di tangannya buah dari dendam yang merasuk jiwanya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

mau kemana..???? komentar nya disini