0 AKU,KAMU, PACARMU, DAN MANTAN PACARKU



Angin berhembus menerpa wajahku yang pucat pasi.
Tirai kelabu menghiasi cakrawala, kenapa sang surya harus bersembunyi pada gumpalan-gumpalan awan yang ternoda tetesan tinta hitam, hatiku pun menghitam, ada sesak di dada yang memaksanya mendorong sebening kristal keluar di sudut mata lelahku, namun ku mencoba bertahan.
“Kenapa ini harus terjadi Tuhan?”
Aku mendesah menahan murka yang bergejolak, menatap tajam padanya yang membisu, seperti pohon beringin tua di sudut pinggir kampung yang selalu diam tak bergeming walau badai topan menerpanya sekalipun.
“Aku meminta satu jawaban, sebuah penjelasan, ucapkanlah..?”
Mulutku kembali bereaksi dengan sepatah tanya, namun hanya hening yang ku dapat.
Menunduk sendu di hadapanku, geliat resah bergerak cepat di matanya yang basah.
Dadaku bergejolak murka, menatap wajah tampannya yang seperti gejolak air mendidih.
Aku lelah menunggunya untuk membuka celah bibir tipisnya demi satu kata, tapi akupun tak bisa memaksa.
Sepi karena kebisuan menyelimuti ketegangan dalam merayapnya waktu yang perlahan.
Sekian menit berlalu, wajahnya mendongak dalam kepongahan yang terpaksa, mata resahnya menatap tajam seakan memamerkan keberanian yang baru ia temukan, ia berisyarat untuk segera bersuara, mataku berkilat menahan ketidak sabaran yang mendera jiwa.
“Aku tak bisa lagi denganmu, aku ingin pergi dari hidupmu, ..”
Begitu lembut suaranya hari kemarin, pada kata yang lain, aku selalu menyukai suaranya..
Namun kalimatnya kali ini?
Gelegar petir memekakan telingaku, hujan deras mulai membasahi tubuh-tubuh kaku.
Dia berlari dengan segenap kepuasannya, yang telah berhasil melukaiku..
Apa salahku..
Dadaku bergemuruh seperti deburan ombak membentur karang, tersentak jantungku seakan runtuh, sarafku membeku, aku hancur.
Hati ini kembali patah, bukan salahnya, bukan pula salahku, takdir tak juga kejam karena ini, aku tak ingin menyalahkan siapapun.
Saat ini aku hanya ingin menyatukan air mata ku dengan tangisan langit yang membasahi sekujur tubuh ini.
Dan akupun mulai bersenandung, ah tidak, aku mungkin meratap kali ini.
Menyentuh hatimu dengan manisnya cinta,
Bagai ku raih bayangan dalam kegelapan,
Mengukir senyum namun terlihat bagai seringai yang tak ku mengerti,
Akankah hati selalu tersembunyi dari nyata yang dirimu rasa.
Terkadang kau mengucap terlalu indah penuh cinta,
Namun tanganmu mengiris tajam hati ku,
Dua sisi hati seakan berbeda dalam satu ragamu,
Apa maumu,seperti apa dirimu sebenarnya ,
Entah harus bagaimana mendapatkan utuh kepercayaan dan keyakinan..
Cinta yang ku duga indah kini menyakiti ku,
Namun ku masih disini dalam keteguhan hati,
Katakan sampai bila ku dapat bertahan,perlahan ku cari tahu siapa kamu,dimana tempat tinggalmu,dan bersama siapa kamu tinggal..kini ku tahu semuanya ternyata kamu tinggal bersama keluarga kekasihmu.di perum WAH*N*  serang c*kar*ng  dan bukan bersama keluargamu kejujuranku engkau balas kedustaan "yang selama ini membuatku penasaran terjawab sudah.. bagaimana kamu,seperti apa dirimu.mungkin ini yang membuatmu tertutup"kini ku tahu yang sebenarnya,jika aku tahu dari awal takkan mungkin cinta ini dapat ku ungkapkan.ketertutupanmu
terjawab semuanya,dunia mungkin sempit"sehingga kita mudah untuk saling mengenal.."aku,kamu,pacarmu dan mantan pacarku

Berlayar di lautan harapan yang tanpa batas,
Harapan bisa menepi, menjadi sebuah mimpi..
Sederhana yang ku harap,
Ingin merasai di cintai dengan ketulusanmu,
Dan mencintaimu dengan segenap keikhlasanku.
Darimu yang istimewa dan mengistimewakanku.
Bilakah kau mengerti ku lelah menanti,
Cintai aku sepenuh hati atau lukai diriku detik ini,
Menangispun tiada mengapa asal itu sebuah kepastian,
Kepastian darimu yang memiliki ,tapi tak akan pernah ku miliki.
kini semua telah berakhir dengan sejuta tanda tanya yang terjawab dengan kebisuan
 aku tak menyesal pernah mengenalmu, tapi kedustaan mu begitu sangat mengecewakanku
 ini akhir dari cerita kita" tak ingin lagi ku menguak nya,tak ingin lagi aku mengingatnya,
kedusta'an di atas kedusta'an yang ku terima'melahirkan kekecewa'an sekaligus penyesalan akan cinta,cinta yang tak pernah aku mengerti ini lah cerita kita akan ku bawa sampai ku mati" aku,kamu,pacarmu dan mantan pacarku


ttd

Ary
Read more

0 PENYESALAN



Hujan rintik tak jua reda, langit gelap tak jua sirna. Hari ini mendung, hari ini langit menangis pilu. Arlina juga menangis, hatinya semendung langit siang ini. Rasa sakit di dadanya tak mampu di tahan lagi, Arlina terlalu kecewa dan patah hati menerima kenyataan yang sedang di hadapinya kini. Gilang kekasih hatinya memilih pergi dari hidupnya. Mengakhiri hubungan mereka yang sudah terjalin hampir dua tahun ini. Arlina tidak mengerti apa salah dirinya, selama ini yang dia tahu hanya terus mencintai Gilang, setulus hati, sepenuh jiwa, bahkan melebihi cintanya pada dirinya sendiri. Demi Gilang dia meninggalkan orang tuanya yang tak merestui hubungan mereka, dia meninggalkan keluarga, harta dan segalanya, itu semua demi Gilang yang sangat di pujanya. Namun di siang kelam ini pengorbanan itu sia-sia, Gilang memutuskan dirinya hanya dengan alasan lelah dengan semua yang Arlina lakukan untuk mempertahankan cinta mereka. Gilang berpikir Arlina sudah melewati batas dari sekedar mempertahankan cinta, gadis itu terlalu posessif. “Apa salahku Lang?” Rintih Arlina menatap Gilang patah. “Aku lelah di atur olehmu Lin, kamu terlalu possesif, kamu terlalu mengekang kehidupanku, melarang ini itu, bahkan kamu tak mengijinkan aku untuk bergaul dengan teman-temanku sendiri..” Gumam Gilang getir “Itu karena aku mencintaimu..” Bantah Arlina membela diri. “Bukan. Itu karena kamu tak percaya aku..” Balas Gilang datar “Aku hanya takut kehilangan kamu Lang..” “Tapi haruskah dengan membatasi kehidupanku?” “Beri aku kesempatan Lang, aku akan berubah untukmu, aku gak mau pisah sama kamu, aku bisa mati tanpamu..” Ratap Arlina memohon, matanya semakin basah oleh airmata. “Sudah terlalu sering aku memberi kesempatan, terlalu sering aku terus bersabar, tapi kamu tak pernah berubah..” Tolak Gilang dingin “Aku mohon Lang, beri kesempatan sekali lagi, aku tak mau berpisah darimu..” “Maaf Lin, aku tak bisa.. Selamat tinggal semoga kamu bahagia tanpa aku..” Dan semuanya berakhir. Gilang pergi, meninggalkan Arlina dengan tangisnya yang menyayat tiada henti. Meninggalkan Arlina dengan rasa perih di dada, kecewa di hatinya yang terdalam, dan hancurlah semua cinta dan harapan yang Arlina miliki. Semuanya kini musnah terbakar dan menjadi abu. Seminggu berlalu setelah kejadian itu, dan malam ini Gilang datang kembali ke Apartemen Arlina yang dulu pernah di tempatinya bersama, selama hampir dua tahun mereka hidup bersama dalam satu kamar Apartemen yang mereka sewa. Tapi saat Gilang memutuskan berpisah dengan Arlina, saat itu juga dia keluar dari Apartemen itu, pindah entah kemana. Malam ini Gilang datang setelah sehari sebelumnya Arlina mengirimkan pesan sms memohon pada Gilang untuk datang di undangan makan malam, itu akan jadi pertemuan yang terakhir janji Arlina. Karena ini adalah malam istimewa dirinya, Arlina ingin merayakannya dengan Gilang. Malam ini ulang tahunnya yang ke 20. Gilang menyanggupi datang, pertama karena dia kasihan pada Arlina yang terus memohon. Ke dua karena dia mempunyai suatu rencana lain yang tak Arlina tahu. Dan kini dia sudah berdiri tepat di hadapan Arlina yang tersenyum gembira saat menyambutnya. Di dalam Apartemen mereka dulu. Tak ada kesedihan lagi disana, sepertinya Arlina memang sangat berusaha melupakan semuanya. Gilang cukup heran juga dengan perubahan Arlina, secepat itu gadis cantik itu melupakan semuanya, bukankah seminggu kemarin dia sampai lelah menghadapi rengekan permintaan maaf Arlina, tiada henti Arlina memohon untuk di beri kesempatan kedua. Seminggu kemarin Arlina seakan gila hanya karena tak lagi memiliki Gilang. Tapi malam ini dia seperti tak lagi mempunyai rasa itu. Sedang berpura-pura kah dia? — Sebuah makan malam telah di persiapkan Arlina dengan sempurna. Dia segera membawa Gilang untuk menyantap hidangan yang telah susah payah dia sediakan, spesial untuk mereka malam ini. “Terimakasih karena telah mau datang Lang, aku berjanji ini akan jadi pertemuan kita yang terakhir..” Ucapnya dengan senyum termanis saat mereka selesai bersantap. Matanya berbinar memandangi Gilang yang tampak pula sumringah malam itu. “Kamu yakin ini akan jadi malam terakhir kita?” Balas Gilang sedikit menggoda. “Tentu saja, bukankah itu yang kau inginkan? Dan aku akan mewujudkannya, apapun mau kamu, asal kamu bahagia Lang..” Ucap Arlina dengan nada sangat yakin, senyumnya kembali mengukir indah di kedua bibirnya mengukir lesung di kedua pipinya yang putih. “Beberapa menit lagi Lang, tepat di hari ulang tahunku yang ke 20 dan tentunya di hari jadi kita yang ke dua kita akan berpisah selamanya..” Desah Arlina lagi terlihat tenang walau tak bisa di pungkiri matanya bergerak gelisah melirik pada jam dinding yang beberapa menit lagi tepat pada jam dua belas malam. Mendengar itu Gilang sedikit heran, ada yang aneh dengan sikap Arlina, hati gilang bertanya-tanya “Apa maksudmu dengan beberapa menit lagi? Apakah kau akan mengusirku tepat di jam 12 malam, di saat ulang tahunmu?” Tanya Gilang tak mengerti “Kamu akan tahu sebentar lagi Lang, ini spesial untuk kamu dariku..” Bisik Arlina melempar senyum misteri, Gilang menautkan alisnya penasaran, namun dia enggan bertanya, mungkin itu sebuah kejutan seperti kejutan yang telah di persiapkannya. Saat mereka sejenak hening, tiba-tiba bel berbunyi, Arlina tampak terkejut, namun ada senyum samar di wajah Gilang. “Ini bukan waktunya bertamu, manusia mana yang tak punya etika mengganggu orang lain tengah malam begini..” Arlina menggerutu, dia tak suka ada pengganggu acaranya malam ini. “Bukalah Lin, mungkin itu akan membuatmu terkejut..” Lirih Gilang dengan senyum penuh arti. “Apa maksudmu?” Gadis itu menatap Gilang heran, sedang pemuda itu hanya memberi isyarat agar Arlina segera membuka pintu. Bel masih terdengar nyaring berbunyi, sedikit penasaran Arlina segera beranjak menuju pintu. Tiba di depan pintu gadis itu mengintip ke luar, wajah lelah seorang pemuda bertopi terlihat olehnya, sepertinya pemuda itu seorang kurir, perlahan dia membuka pintu. “Cari siapa?” Tanyanya dengan raut penasaran, apalagi dia melihat banyak barang yang di bawa kurir itu, sepertinya itu beberapa hadiah. Arlina melihat bucket bunga Mawar merah, dan sebuah kado berpita cantik, juga ada sebuah amplop cukup besar di tangan pemuda kurus itu. “Apakah ini benar Apartemen nona Arlina Dewi Setianingsih?” “Yah, itu saya?” “Maaf nona anda mendapat beberapa kiriman, tolong di terima dan tanda tangani disini..” Pemuda itu menyodorkan sebuah kertas tanda terima, setelah di tanda tangani oleh Arlina yang tampak keheranan kurir itu lalu menyerahkan paket yang di bawanya, dan pamit pergi meninggalkan Arlina yang tampak terkejut setelah membaca pengirim hadiah-hadiah itu. Di sana tertulis nama: GILANG DEWO PRAMONO. Dengan hati yang campur aduk Arlina gamang menatap kado-kado itu, sesekali dia menengok ke dalam Apartemennya dimana disana Gilang masih menunggunya di meja makan. Dengan gemetar dan dadanya yang bergemuruh tak karuan perlahan dia membuka amplop yang di pegangnya. Dear Arlina sayangku.. Maaf ya sayang kemarin aku udah buat kamu nangis yah walau cuma bentar sih. Itu sengaja aku lakukan untuk menyempurnakan kejutan yang aku buat ini, spesial buat kamu. Aku cinta banget sama kamu, jangan marah lagi yaa.. Arlina sayangku.. Untuk permintaan maaf karena udah buat kamu marah and sedih nah aku belikan bunga mawar merah yang banyak buatmu, kamu suka mawar merah kan? Ayo sekarang senyum lagi, buat wajahmu kembali manis seperti biasanya.. Dan satu kue ultah buat hari jadimu yang ke 20 spesial aku yang buat loh sayang, mudah-mudahan saja rasanya enak, tapi cantik kan? Semoga kamu panjang umur, selalu sehat dan semakin mencintaiku, aku berharap hubungan kita abadi sayang, I love you.. Terakhir kado spesial untuk hari jadi kita yang kedua aku udah siapin dua tiket liburan buat kita ke Bali, selama ini aku nabung buat wujudin mimpi kamu ini, kita kan bersenang-senang disana sayang selama seminggu Full, aku udah ambil cuti loh.. Met ultah ya sayang, and met hari jadi kita yang ke dua, selalulah percaya bahwa aku selalu ada untukmu.. I love You.. Dari Gilang yang selalu mencintaimu.. Seperti kerasukan Arlina segera membuka kado berpita cantik itu, sebuah Kue Tart berlukis namanya terpampang di hadapannya, dan bucket mawar itu menebar harum kasih tulus, air mata meleleh di kedua pipi Arlina, tangannya yang gemetar meremas dua lembar ticket penerbangan besok pagi ke Bali, pulau impiannya berbulan madu saat suatu hari nanti dia menikah dengan Gilang sang kekasih. Tiba-tiba Arlina menjerit-jerit histeris, memanggil nama sang kekasih, dia berlari pontang panting menuju ruang makan. Mata Arlina nanar, mematung beku, dia terlambat, di sana di meja makan itu Gilang tertelungkup di atas meja, mulutnya berbuih penuh busa, tubuhnya terdiam kaku. Arlina segera menubruk tubuh itu, memeluknya, mengangkat wajah yang terbenam di meja itu. Namun tubuh itu telah kaku, dari mulutnya buih-buih busa keluar begitu banyak. Gilang mati karena racun yang dia taburkan di jamuan makan malam untuk Gilang. Rasa sakit hati karena di putuskan sepihak membuat Arlina dendam, cinta yang dalam telah berubah menjadi kebencian yang memuncak. Arlina berpikir, jika dia tak dapatkan Gilang maka tak akan di biarkannya orang lain memiliki Gilang, dan kematian jalan satu-satunya untuk mewujudkan rencananya. Tangis Arlina pecah, berteriak-teriak histeris memanggil-manggil nama Gilang sang kekasih tercinta. Arlina tak menyangka kejadiannya akan seperti ini, dia tak menyangka kekejaman Gilang memutuskan dirinya ternyata hanya untuk sebuah kejutan dan kado manis dari cinta yang tulus sang kekasih, andai dia menyadarinya, andai dia mengerti hati Gilang, andai dia mampu bersabar. Namun semua penyesalan itu kini terlambat sudah. Semuanya berakhir seperti yang dia inginkan. Gilang mati di tangannya buah dari dendam yang merasuk jiwanya.
Read more

0 CATATAN TERAKHIR


“Dok, apa yang akan Anda lakukan ketika Anda mengetahui bahwa Anda akan meninggal esok hari??”

Itulah kalimat pertama yang ia keluarkan saat pertama kali aku berjumpa dengannya. Saat itu aku sedang melakukan visite pasien di ruang perawatan. Pasien itu bernama Shinta, wanita yang berusia lima tahun lebih muda dariku. Ia adalah pasien yang sudah berulang kali masuk ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Ia menderita limfoma maligna, suatu kanker atau keganasan yang menyerang kelenjar pertahanan tubuh (limfe) seseorang.

“Kok Dokter tidak menjawab??” tanyanya lagi
“Eh…maaf ya!! Saya masih berpikir hal paling penting apa yang akan saya lakukan. Mungkin saya akan memperbanyak taubat pada Sang Khalik dan meminta maaf pada semua orang yang pernah saya sakiti.” Jawabku seadanya
“Ah…Dokter. Itu kan sudah pasti. Maksud saya apa hal yang paling ingin lakukan saat Dokter tahu umurnya akan berakhir besok??” tanyanya lebih tegas
“Apa ya??? Mungkin saya ingin menghabiskan berpuluh-puluh gelas kopi dan berharap saya tidak tertidur agar hari esok tidak akan datang.” jawabku sambil tersenyum.
“Ah…Dokter. Shinta lagi serius, kok Dokter malah bercanda”
“Memangnya kenapa kamu bertanya begitu??” aku bertanya balik
“dr. Farid pasti sudah memberitahu pada Dokter kan?? Usiaku tinggal seminggu lagi. Aku diberitahu oleh dr. Farid tiga bulan yang lalu kalau usiaku tidak lama lagi. Katanya, kanker ini sudah bermetastase ke organ lain. Kemoterapi yang telah saya jalani selama ini tidak berhasil untuk menghambat perkembangannya.” jelasnya lirih
“Jangan berkata begitu Shinta. Saya yakin kok Insya Allah usia Shinta masih panjang. Selama Shinta tetap yakin pada Sang Khalik, semua akan baik-baik saja.”hiburku “O iya, bagaimana kabarnya hari ini?? Kemoterapinya sudah selesai kan semalam??” aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Alhamdulillah, tidak ada keluhan yang berarti Dok. Tubuhku sudah terbiasa dengan kemoterapi yang berulang kali masuk ke dalam tubuhku. Sebentar sore saya sudah boleh pulang kan Dok??”
“Insya Allah Shinta sudah boleh pulang sore ini. Nanti saya berikan resep sesuai instruksi dr. Farid. Tapi ingat ya, kontrol sebulan lagi!!”
“Insya Allah Dok. O iya, nama dokter siapa? Dokter baru kan di sini??” Tanya Shinta
“Nama saya Zulkifli, panggil saja Zul. Saya sudah lama tugas di rumah sakit ini, cuma memang baru kali ini saya bertugas di ruang perawatan. Selama ini saya hanya bertugas di UGD, makanya kita baru pertama kali ketemu.”
“Oo…pantas. Saya Shinta. Saya pasien tetap di sini. Hampir semua petugas di RS ini saya kenal, cuma memang hanya yang bertugas di ruang perawatan. Makasih ya Dok untuk motivasi yang telah dokter berikan.”
“Sama-sama Shinta. Salam kenal ya. Pokoknya Shinta harus tetap semangat. Sekarang saya mau memeriksa yang lain dulu,.”

 Itulah obrolan singkat antara aku dan Shinta pagi itu. Setelah aku memeriksa kondisi tubuh Shinta aku pun meminta izin untuk pergi memeriksa pasien yang lain. Aku cukup kagum dengan ketegaran hati Shinta. Penyakit yang ia derita sepanjang hidupnya tidak menghapus semangat hidup dari wajahnya. Meskipun telah divonis bahwa usianya tidak lama lagi, ia tetap menghadapinya dengan senyuman. Tidak tampak kesedihan yang begitu dalam dari wajahnya.

“Dokter kagum ya sama Shinta??” tanya Bu Sri perawatku
“Ibu bisa saja… Jujur memang saya kagum padanya. Tapi tidak lebih dari rasa kagumku sebagai dokter terhadap pasien.”
“Hehehe…lebih juga tidak pa-pa kok Dok. Saya juga kagum padanya. Jujur Shinta mengingatkan saya pada anak saya yang sementara kuliah di Bandung Dok. Wajah dan senyum manisnya selalu mengobati kerinduanku pada anak semata wayangku.”jelas Ibu Sri
“Ibu kenal Shinta sudah lama ya??”
“Sudah lama Dok. Dokter tahu tidak bagaimana keadaan Shinta saat tahu penyakitnya dan usianya yang tidak lama lagi??” Ibu Sri bertanya balik padaku
“Tidak Bu,. Ibu kan tahu saya baru bertugas di perawatan. Ketemu Shinta saja baru tadi. Mana mungkin saya tahu banyak tentang dia dan masa lalunya.”
“Oo…iya. Ibu baru ingat. Maaf ya Dok!!!” jawabnya sambil tersipu
“Ndak pa-pa kok Bu. Memangnya kenapa dengan Shinta waktu itu??”
“Ibu juga tidak tahu jelas mengenai detail ceritanya. Yang jelas, saat Shinta mengetahui penyakit yang ia derita, ia sempat mengalami depresi. Ia sempat menarik diri dari pergaulan, bahkan sempat akan bunuh diri.”
“Ooh…ya?? Terus bagaimana ceritanya sehingga ia bisa berubah Bu??”tanyaku penasaran
“Ibu juga tidak tahu Dok. Saat pertama kali Shinta dirawat di rumah sakit ini, ia sangat kurus dan tidak terawat. Terlihat betapa penyakitnya telah merenggut masa-masa mudanya yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan. Ibu sangat perihatin dengan kondisinya saat itu.”
“Oo…tapi kok kelihatannya Shinta sekarang berbeda dengan yang Ibu ceritakan??” tanyaku heran
“Itu yang Ibu belum tahu sampai sekarang. Tapi Ibu cukup bersyukur dengan perubahan dirinya. Sekarang Shinta kelihatan lebih dewasa dibandingkan dulu. Ia kelihatan jauh lebih tegar. Penyakit yang ia derita memaksa dirinya berpikir lebih dewasa ketimbang usianya. Ibu merasa kasihan sekaligus kagum dengannya.”
“Lagi gosipin Shinta ya??” tiba-tiba Shinta datang memotong pembicaraan kami sambil tersenyum. Jujur aku sempat terpesona dengan senyuman manis wajahnya. Wajah Shinta memang begitu mempesona. Tidak tampak efek kemoterapi yang telah berulang kali masuk ke dalam tubuhnya.

Seakan kemoterapi telah bersahabat akrab dengan dirinya. Aku akui wajahnya memang sangat cantik.

“Kenapa Dokter melihat wajahku seperti itu?? Dokter naksir padaku ya??” Shinta menggodaku
“Hahaha…siapa yang lihat Shinta?? Saya melihat keluarga pasien yang masuk tadi.” jawabku sambil menyembunyikan wajahku yang merah padam.
“Dok, resepnya mana Dok?? Dokter lupa ya ngasih ke Shinta??”
“Eh…iya. Ibu Sri di mana resep yang sudah saya tulis tadi??”
“Bukannya itu yang ada di tangannya Dok??”
“Astagfirullah…iya ya.” Jawabku sambil memegangi kepalaku.
“Wah…Dokter grogi nich sama cewek cantik. Iya nich Nak Shinta, dari tadi dr. Zul nanya-nanya Nak Shinta terus. Kelihatannya sich dr. Zul naksir sama Shinta…” Ibu Sri tertawa menggodaku
“Aduh…Ibu Sri kok buka kartu sich?? Siapa yang naksir sama Shinta?? Ibu Sri cuma bercanda, jangan percaya sama beliau. Ini Shinta resepnya. Ingat ya untuk datang kontrol.”
“Siap Dok!!! Oo…iya, Dokter ada waktu ndak hari Rabu ini?? Mau ndak makan siang bareng Shinta?? Itu juga kalau Dokter tidak sibuk.”
“Hari Rabu siang ya?? Kayaknya tidak ada Shinta. Hari Rabu saya libur. Boleh, mau makan siang di mana??”
“Besok Shinta yang hubungi ya? Boleh ndak saya minta nomornya Dok??”
“Ndak boleh!!!” aku menjawab dengan tersenyum.
“Baiklah, kalau Dokter tidak bersedia ndak pa-pa kok. Kalau begitu saya permisi ya Dok. Terima kasih!!!” Shinta beranjak pergi meninggalkan aku dan Bu Sri
“Shinta, tunggu sebentar. Minta resepnya tadi!!! Ada yang saya lupa tulis.”

Aku pun menulis resep tambahan yang tidak lain adalah nomor HPku. Aku pun memberikannya kembali pada Shinta. “Jangan lupa besok hubungi saya kepastiannya ya!!” Shinta tersenyum penuh tanda tanya dengan pernyataan yang keluar dari mulutku. Saat ia melihat resepnya, barulah ia mengerti. “Terima kasih Dok!!!” jawabnya dengan senyuman. Senyuman yang membuat hatiku bergetar tanpa mampu aku pahami.

“Ini apa Shinta??” tanyaku dengan penasaran. Aku tak sengaja melihat secarik kertas terjatuh dari tasnya saat Shinta sedang berdiri hendak pergi ke WC siang itu. Aku dan Shinta sedang makan siang bersama sesuai janjiku dua hari yang lalu.
“Ini catatan terakhir yang ingin saya lakukan sebelum maut menjemputku Dok.” Jawabnya dengan malu-malu.
“Boleh saya baca??”
“Boleh kok Dok. Saya tinggal dulu ya Dok, saya mau ke WC.”

Catatan itu berupa daftar kegiatan yang ditulis dengan tangan oleh Shinta. Aku memperhatikan setiap detail kegiatan yang ia tulis. Kagum bercampur haru menyelimuti hatiku saat membacanya. Aku merasakan perasaan Shinta saat menulis kata demi kata kegiatan yang ingin ia lakukan. Tersirat semangat hidup Shinta yang menjiwai catatannya. Hampir seluruh daftar kegiatan dalam catatan tersebut telah dicross check olehnya. Aku menduga bahwa hampir seluruh kegiatan tersebut telah ia lakukan.


“Kenapa Dok?? Aneh ya?? Catatan itu lah yang membuat hari-hari terakhirku berarti.” Shinta

“Tidak kok Shinta. Saya malah kagum dengan Shinta.” Jawabku tulus
“Catatan ini terinspirasi dari seorang ibu tua. Saya tidak sengaja bertemu dengannya saat sedang berjalan di pinggir pantai. Ibu tua itu seakan menangkap kegelisahan hatiku saat itu, saat mengetahui vonis penyakit yang saya derita. Saat itu saya benar-benar mengalami depresi yang berat, apalagi setelah mengetahui usiaku tinggal menghitung bulan.” jelasnya
“Terus apa yang ibu itu lakukan??” tanyaku penasaran
“Ibu tua tersebut yang datang menghampiriku saat saya sedang menikmati senja di pantai dengan hati dan pikiran yang penuh dengan kesedihan. Ia menghiburku dengan menceritakan kehidupan almarhum anaknya yang juga bernasib hampir sama dengan nasibku. Anaknya menderita kanker payudara saat usianya juga masih remaja. Kanker inilah yang merenggut satu-satunya keluarga yang ia miliki menyusul suaminya yang telah lebih dulu meninggalkan dirinya menuju Rabb-Nya. Menurut ceritanya, beliau sempat mengalami depresi bahkan sempat divonis menderita schizophrenia oleh dokter yang merawatnya.

Hidupnya seakan telah berakhir saat jenazah anak yang ia sayangi dikebumikan. Namun, seiring dengan waktu akhirnya beliau menemukan sebuah pencerahan. Allah seakan memberikan beliau hidayah melalui makhluk-Nya. Ia tidak sengaja bertemu dengan seorang bocah yang begitu kelaparan di jalan. Tubuh anak tersebut sangat kurus kering. Seakan terbangun dari tidur panjang beliau lalu tersadar dari ketidakberdayaannya. Beliau lalu menolong anak tersebut, membelikan makanan dan pakaian yang layak. Ada sebuah kebahagiaan yang telah lama hilang dari hatinya saat melihat senyuman anak tersebut. Sejak kejadian tersebut beliau lalu bangkit dan mulai membuka lembaran baru hidupnya. Beliau mulai membuka usaha kecil-kecilan dan membuka sebuah yayasan buat anak-anak jalanan. Beliau mendapatkan pelajaran berharga bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya bukan dari apa yang kita miliki, namun dari apa yang telah kita berikan pada orang lain. Bahwa hidup yang sebenarnya adalah bukan bagaimana kita memulainya, namun hidup yang sebenarnya adalah bagaimana kita mengakhirinya.” Shinta menjelaskan dengan semangat. Ia berhenti sejenak lalu menghirup minuman dingin yang ada di hadapannya. Ia menarik nafas sejenak lalu melanjutkan ceritanya.

“Ibu itu seakan diutus oleh Sang Khalik untuk memberikanku hidayah. Saya juga seakan terbangun dari tidur panjangku. Kata-kata ibu tersebut seakan menjadi cahaya penerang hatiku yang mati oleh beban masalah yang kuhadapi. Sejak saat itu saya pun berjanji bahwa saya tidak akan menyerah pada hidup. Saya pun mulai menuliskan hal-hal yang akan saya lakukan sebelum ajal menjemputku.”
“Salut buat kamu Shinta. Saya semakin kagum pada kamu. Jarang ada seorang wanita seusiamu yang berpikir seperti kamu.” Pujiku tulus
“Makasih Dok. Tapi jujur keadaanlah yang memaksaku untuk lebih bijaksana dan lebih dewasa dalam memaknai hidup ini Dok.”
“Ada satu hal yang masih mengganjal di pikiranku Shinta. Daftar terakhir yang belum kamu cross check dalam catatanmu. Makan Brownies Cokelat?? Kok belum kamu lakukan?? Kan banyak yang menjual Brownies di sini.” tanyaku penasaran. Dari sekian banyak daftar kegiatan yang ia tulis memang kegiatan terakhir ini yang paling menarik bagiku.
“Hihihihi….iya Dok. Sampai sekarang saya belum dapat browniesnya. Brownies ini istimewa Dok.
Berbeda dengan brownies yang dijual di toko maupun yang dibuat sendiri. Saya belum sempat berkeliling mencarinya. Sementara ini saya hanya mencari informasi di internet.”
“Memangnya brownies seperti apa Shinta??” aku semakin penasaran
“Browniesnya berbeda Dok. Waktu itu, nenek saya yang membawanya. Saat itu saya masih berusia sebelas tahun. Rasanya berbeda dengan kue brownies lainnya. Saya sendiri tidak mampu menjelaskan di mana perbedaannya. Namun, entah mengapa rasanya begitu enak. Saya tidak sempat menanyakan pada nenek waktu itu. Nenek keburu meninggal dunia saat saya mau menanyakannya. Menurut beliau brownies ini brownies istimewa dengan resep yang cukup langka. Mamaku sendiri tidak tahu di mana nenek membelinya.”
“Kayaknya susah Shinta. Itukan sudah sepuluh tahun yang lalu. Bisa saja toko yang menjualnya sudah tutup atau beralih usaha.”
“Iya Dok. Saya cukup pesimis dapat mencicipi brownies itu lagi. Saya tidak dapat melupakan rasa kue brownies itu. Ada perasaan damai saat menikmati setiap gigitan lembut kuenya.” Wajah Shinta begitu berbinar-binar saat membayangkan kue tersebut. Aku menangkap kebahagiaan yang begitu dalam dari matanya yang indah saat menceritakan kue brownies istimewa tersebut.
“Kalau begitu saya akan membantumu mencarinya. Saya penasaran dengan kue yang kamu ceritakan tersebut.”
“Betul Dok?? Terima kasih ya Dok… Dokter memang baik banget…” Shinta melompat bahagia. Entah mengapa detak jantungku kembali berdegub kencang saat melihat kebahagiaan Shinta siang itu. Aku kembali merasakan perasaan ganjil dalam hatiku setiap kali aku melihat Shinta. Namun, aku berusaha menyembunyikannya dari Shinta.
“Oh…iya Dok, sebentar malam Dokter sibuk tidak?? Saya ingin mengajak Dokter ke acara silaturahim teman-teman himpunan penderita kanker. Kebetulan malam ini kami akan membuat kegiatan amal untuk membantu para penderita kanker yang tidak mampu.”
“Boleh… Kebetulan malam ini saya memang lagi tidak ada kegiatan. Nanti malam habis Shalat Magrib saya jemput kamu di rumah.”
“Siap Dok!!! Makasih ya… Teman-teman pasti senang kalau Dokter datang.” Wajah Shinta begitu bersemangat. Kelihatan bahwa Shinta begitu bahagia.
Suasana malam amal yang berlangsung pada ruang auditorium balaikota itu begitu semarak. Acara sederhana yang memang dikhususkan untuk menghibur sekaligus mengumpulkan dana bagi para penderita kanker dihadiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar auditorium. Para pasien baik yang berusia tua maupun yang muda bersuka cita, bernyanyi, menari bersama larut dalam acara tersebut. Aku tidak melihat adanya kesedihan dari wajah-wajah penderita kanker tersebut. Mereka seakan lupa dengan penyakit yang mereka derita. Semangat untuk terus bertahan hidup begitu terasa dalam ruangan auditorium yang hanya berukuran kecil ini. Tidak terkecuali Shinta, malam itu Shinta menjadi Diva. Ia tampil sebagai MC sekaligus penyanyi. Aku akui penampilan Shinta malam itu begitu cantik dan mempesona membuat jantungku sejak dari tadi berdegub kencang tak karuan. Sampai sekarang aku belum mengetahui perasaan aneh yang selalu muncul setiap saat aku berada di dekatnya.

Selepas acara, Shinta mengenalkan aku pada para pengurus dan anggota himpunan peduli kanker yang menjadi pelaksana acara tersebut. Hampir sebagian besar pengurus himpunan masih berusia sebaya denganku. Kami saling bertukar cerita mengenai latar belakang kami masing-masing. Mereka hampir sebagian besar juga punya pengalaman seperti Shinta. Mereka juga pernah mengalami episode kelam dalam hidupnya. Namun, mereka dapat bangkit dari ketidakberdayaan dan berusaha menghidupkan hidup mereka. Mereka berusaha dan berjuang untuk menolong orang-orang seperti mereka untuk tetap semangat menatap hidup. Jujur aku sendiri merasa malu dengan diriku melihat semangat hidup mereka.Malam itu, menjadi malam yang begitu berkesan bagi diriku. Aku mendapatkan banyak teman baru dan pelajaran hidup yang begitu berharga.

“Terima kasih Shinta sudah mengajakku untuk datang ke acara ini. Jujur saya kagum pada kamu, pada teman-teman semua. Saya kagum pada semangat hidup kalian semua.”
“Sama-sama Dok. Saya juga berterima kasih pada Dokter karena telah mau meluangkan waktunya untuk hadir di acara kami. Saya telah berjanji pada diriku untuk mengabdikan sisa hidupku untuk kemanusiaan.” jawabnya tulus. Senyuman di wajahnya kembali membuat aku salah tingkah. “Oo…iya Dok. Jadi ndak besok Dokter mau temani Shinta mencari brownies itu??” tanyanya malu-malu
“Jadi kok Shinta. Insya Allah besok pagi saya jemput Shinta di rumah. Jadi kita punya waktu cukup banyak berkeliling mencari browniesnya??”
“Terima kasih ya Dok. Saya tidak tahu bagaimana harus membalasnya.”
“Sama-sama Shinta. Saya senang bisa membantu Shinta.
“Bukan ini Dok!!! Rasanya tidak seperti ini. Brownies ini berbeda dengan brownies yang pernah nenekku bawa.” Seperti janjiku pada Shinta, pagi-pagi sekali aku dan Shinta berkeliling kota untuk mencari kue brownies istimewa tersebut. Kami sengaja berangkat agak pagi selain agar tidak terjebak macet, kami juga ingin agar kami punya banyak waktu berkeliling kota. Kebetulan aku memang libur hari itu dan sengaja membatalkan semua agendaku demi wanita istimewa yang baru aku temui beberapa hari lalu.

Entah sudah toko kue yang ke berapa yang telah kami masuki hari ini. Sejak pagi aku dan Shinta berjalan mengelilingi kota demi sebuah brownies. Mungkin aku juga mulai terobsesi kue brownies seperti Shinta sehingga pikiran logisku mulai hilang. Hampir setiap toko yang menjajakan kue mulai kue tradisional hingga toko bakery yang terkenal telah kami masuki. Namun, kami belum menemukan kue brownies yang Shinta cari. Perutku mulai kekenyangan oleh kue brownies yang telah kami coba satu persatu. Jujur lidahku mulai terasa eneg akibat banyaknya kue yang telah aku makan sejak pagi.


Hari sudah menjelang magrib saat aku dan Shinta mulai kehabisan energi untuk memakan brownies terakhir yang kami beli dari toko bakery yang baru saja kami kunjungi.

“Hari ini kita berhenti dulu Shinta. Kamu jangan terlalu lelah. Ingat kondisi tubuhmu yang membutuhkan istirahat. Besok kita lanjutkan lagi.” aku khawatir melihat kondisi Shinta yang mulai terlihat kelelahan. Hari ini memang Shinta kelihatannya kurang fit. Aku sudah berniat menunda dulu rencana kami hari ini, namun karena melihat semangat Shinta yang begitu besar aku mengurungkan niatku itu.
“Iya Dok,. Mungkin besok saja kita lanjutkan. Entah mengapa tubuhku mulai terasa berat. Kepalaku juga mulai terasa pening.” Jawabnya dengan terengah-engah
“Saya antar kamu pulang ya!! Yakin kamu baik-baik saja??” aku ragu melihat dirinya.
“Iya Dok, Shinta tidak pa-pa. Kalau sudah beristirahat Insya Allah saya sudah pulih lagi.”

Tak berapa lama kami sudah sampai ke rumah Shinta. Kondisi tubuh Shinta begitu mengusik pikiranku. Namun, ia tidak mau aku periksa. Ia juga menolak tawaranku untuk membawanya ke tempat praktek dr. Farid.

“Terima kasih ya Dok untuk hari ini. Sayang kita belum dapat brownies yang Shinta cari.”
“Iya, sama-sama Shinta. Langsung istirahat ya!!! Jangan lupa obatnya diminum!!! Kalau ada apa-apa tolong hubungi saya.”
“Siap Pak Dokter!!! Sungguh Dokter begitu baik mau menolong wanita penyakitan sepertiku.”
“Jangan bicara seperti itu. Saya tulus membantu Shinta karena bagi saya Shinta itu wanita yang istimewa bagiku.” Entah mengapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku memperhatikan wajah Shinta yang manis bersemu merah.
“Terima Kasih Dok!!! Shinta pamit dulu ya. Sampai jumpa besok.” Shinta berjalan dengan pelan menuju rumahnya. Entah mengapa ada perasaan kehilangan saat Shinta telah masuk ke dalam rumahnya. Aku cepat-cepat menepis perasaan tersebut lalu pergi.

Sepanjang jalan wajah Shinta terus terbanyang dalam benakku. Aku juga tidak berhenti memikirkan brownies yang kami cari seharian ini. Aku masih penasaran dengan brownies tersebut. Aku tak sadar telah tiba di rumah kerabatku untuk menjemput mama yang sedang arisan bulanan.

“Kamu sudah shalat Magrib Nak??” mama menyapaku saat masuk ke mobil
“Sudah Ma. Tadi singgah shalat di masjid di depan kompleks.”
“Oo…iya nich Mama bungkuskan kue dari arisan tadi. Makan dulu Nak!!! Kamu pasti lapar kan??” Mama menyodorkanku kotak kue yang ia bawa. Kebetulan memang perutku sedang keroncongan. Aku pun langsung mengambil kotak tersebut dan membukanya. Ada perasaan aneh saat melihat kue yang ada di dalamnya. “BROWNIES lagi!!!” aku berteriak dalam mobil.
“Kenapa memangnya Nak?? Kamu tak suka?? Brownies ini berbeda Nak. Brownies ini resep dari nenek teman mama. Tadi kebetulan di arisan, Mama dan teman-teman belajar membuat kue ini. Ayo coba!!! Kamu pasti suka.”
“Tidak Ma,. Seharian saya sudah makan kue brownies. Tapi aku makan ya Ma. Perutku memang lapar sekali.” Aku pun mengambil sepotong dan mencobanya. Rasanya memang berbeda dengan brownies-brownies yang aku makan sejak pagi. Entah apa yang membuatnya berbeda. Aku tiba-tiba teringat pada Shinta. Jangan-jangan kue ini lah yang Shinta cari selama ini.
“Gimana?? Enak kan??” tanya mama penasaran
“Enak banget Ma. Ma, kita ke rumah teman Zul dulu ya. Teman Zul, Shinta, yang Zul ceritakan kemarin sedang mencari kue brownies ini.”
“Mencari Brownies?? Shinta?? Terserah kamu Nak. Mama ikut saja. Kebetulan mama penasaran sama Shinta yang kamu ceritakan itu.”
“Makasih Ma!!!” Tanpa berkomentar panjang aku pun memacu mobilku menuju ke rumah Shinta. Aku yakin brownies ini lah yang Shinta cari selama ini. Beruntung jalan ibukota sedang tidak macet sehingga tidak lama aku telah sampai ke depan rumah Shinta. Aku begitu bahagia saat turun dari mobil sambil membawa sekotak brownies. Aku telah membayangkan wajah Shinta yang bahagia saat mencicipi kue brownies yang telah ia cari selama ini.

Saat aku hendak mengetuk pagar, tiba-tiba ada seorang bapak tua yang berjalan mendekatiku.

“Kamu dr. Zul kan?? Nak Shinta tadi baru-baru saja dibawa ke rumah sakit. Tiba-tiba ia terjatuh pingsan saat masuk ke rumah. Saya penjaga rumah ini. Tadi ayahnya berpesan pada saya untuk memberikan pesan ini kalau seandainya ada yang datang. Ayahnya sudah mencoba menghubungi handphone dokter, namun tidak aktif.” Jelas Pak Udin, pembantu Shinta.
“Astagfirullah!!! Pak Udin,. Iya Pak. Ke rumah sakit biasa ya Pak??” aku bertanya dengan nada keras
“Iya Dok. Di rumah sakit tempat Nak Shinta biasa dirawat.”
“Makasih Pak.” Aku segera berlari ke mobil sambil merogoh sakuku memeriksa HPku. Ternyata benar, HPku mati. Aku mengutuk diriku sendiri yang telah lalai menjaga Shinta. Mestinya tadi aku sudah menyadari bahwa Shinta sedang tidak sehat. Mestinya tadi aku langsung membawanya ke rumah sakit.
“Kenapa Nak?? Kenapa dengan Shinta??” tanya mama
“Shinta dibawa ke rumah sakit Ma baru saja. Dia terlalu lelah seharian berjalan bersamaku. Ma, kita langsung ke rumah sakit ya??”
“Innalillah… Kasihan Shinta…” jawab mama terkejut
Tanpa banyak komentar, aku pun menyalakan mobil dan melaju ke rumah sakit. Dalam hati aku berdoa semoga Shinta baik-baik saja. Semoga wanita istimewa dalam hatiku itu masih bisa bertahan hidup. Aku tak berhenti menyalahkan diriku yang tidak menyadari keadaan Shinta.

Tak lama berselang aku telah sampai ke rumah sakit. Aku pun langsung berlari sambil membawa kotak kue brownies menuju ke ruang UGD. Mama ikut berlari di belakangku. Kelihatannya beliau juga khawatir dengan Shinta.

“Pak Syukur, tadi ada pasien bernama Shinta masuk ke sini ya??” tanyaku pada salah seorang perawat UGD
“Eh…dr. Zul. Iya Dok,. Baru saja ia dibawa ke ruang ICU. Keadaannya sangat memperihatinkan Dok. Tadi dr. Farid sudah memeriksanya. Atas anjuran beliau, Shinta dibawa ke ruang ICU.”
“Makasih Pak!!!” aku pun berlari ke ruang ICU. Di depan ruangan aku melihat ayah Shinta sedang memeluk istrinya yang menangis.
“Di mana Shinta Pak?? Bagaimana keadaannya??” aku mencoba menata suaraku yang panic
“Dok, Shinta sekarang ada di dalam. Keadaannya sangat parah. Dr. Farid telah menjelaskan pada kami untuk banyak berdoa. Kami sudah pasrah Dok. Dokter langsung masuk saja. Shinta sejak tadi memang menanyakan Dokter. Kami sudah mencoba menghubungi Dokter cuma HPnya Dokter tidak aktif” Jawabnya lirih
“Maaf Pak, HP saya mati. Sabar ya Pak, Bu. Insya Allah masih ada harapan buat Shinta. Saya masuk ke dalam dulu ya Pak, Bu.” aku mencoba menenangkan. Pikiranku betul-betul kacau. Aku tidak menyangka bahwa akan secepat ini. “Bukannya masih ada tiga hari lagi??” aku menggumam
“Dok, Shinta ada di bed 4 Dok. Dari tadi ia memang menanyakan dr. Zul.” sapa Ica salah seorang perawat ICU.
“Bagaimana kondisinya??” tanyaku padanya
“Sepsis Dok,. Suhu tubuhnya meningkat sekali. Untungnya kesadarannya masih bagus, meskipun sudah mulai mengalami penurunan.” Jelas Ica
“Makasih ya. Aku ke sana dulu.”

Aku melihat Shinta sedang terbaring lemah. Wajahnya sekali-sekali meringis kesakitan. Aku meraih kedua tangannya perlahan-lahan. Tubuhnya panas sekali. Aku begitu sedih melihat kondisi Shinta yang sekarang. Sungguh berbeda dengan beberapa jam yang lalu. Aku mencoba menahan air mata yang hendak keluar dari mataku.

“Dok, kamukah itu??” sapanya lemah. Matanya terbuka perlahan
“Iya, ini saya Shinta. Shinta jangan banyak bicara dulu. Istirahat ya. Oo..iya saya sudah menemukan brownies yang Shinta cari.” Aku menunjukkan kotak kue brownies yang tak lepas dari tanganku sejak tadi.
“Masa sich Dok…??? Boleh Shinta coba…..???” Shinta mencoba duduk untuk melihat langsung kue brownies tersebut.
“Jangan bangun Shinta. Nanti saya suapkan kuenya. Shinta baring saja.” Pandanganku beralih ke Ica, meminta izin padanya untuk memberikan kue tersebut. Ica hanya mengangguk sedih, terharu melihat pemandangan di ruang ICU tersebut.
“Ini Shinta” aku menyuapkan potongan kecil kue brownies yang aku bawa ke mulutnya perlahan
Shinta mengunyah kue tersebut perlahan-lahan. Terlihat ia mencoba merasakan kue brownies tersebut sambil sesekali meringis kesakitan.

Air mata menetes di kedua matanya saat potongan kue tersebut telah ia telan. Wajahnya terlihat begitu bahagia.

“Ini Dok… Inilah kue brownies yang Shinta cari selama ini….. Shinta bahagia sekali bisa merasakannya. Shinta seakan-akan merasakan memori masa kecil Shinta saat nenek masih hidup. Terima Kasih ya Dok…..”
“Sama-sama Shinta. Sekarang Shinta istirahat dulu ya!!!”
“Dok…. Tahu… gak… Dok?? Saya sudaahhhh… memenuhi… catatan… terakhirku…. Shinta sangat bahagia…” suara Shinta mulai melemah
“Sudah Shinta, Shinta istirahat ya!!
“Hehehehe….jangan….khawatirkaaaannnn…. Shinta Dok….. Shinta….sudah siap… menghadap-Nya…. Uhuuukk uhukkk uhuukkk…. Apa yang ….Shinta… cari…. selama…. iiinnnniii….. telah Shinta……peroleh…. Dok, sebelum… Shinta… pergi… Shinta…. mau ngomong…. Dok, Shinta….. sayang…… sama…. Dokter…. Shinta….mencintai……Dokter…..sekarang….. dan…. untuk….. selamanya….” Pernyataan Shinta begitu memilukan di hatiku.
“Saya juga sayang sama Shinta…. Bagiku Shinta akan selalu mendapatkan tempat yang istimewa di hatiku…” aku menggenggam erat kedua tangannya. “Jangan pergi dulu Shinta!!! Kita akan pergi berdua ke mana saja Shinta mau. Shinta harus kuat!!!” aku tak dapat lagi menahan gejolak perasaan yang beberapa hari ini memang menghantui pikiranku. Aku baru sadar bahwa perasaan aneh itu ternyata adalah perasaan cinta yang telah tumbuh dalam ruang hatiku. Cinta yang begitu tulus pada Shinta.
“Te…ri…ma… ka….sih…. Dok!!! Te…ri…ma…ka…sih…te..lah… menjadi ba…gian….da…ri…mim..pi…mim….pi… in…dahku….” Suaranya semakin melemah
“Dok!!!..... Apa….yang….akan…Dok…ter… la…ku….kan… sa…at… ta…hu… Dok…ter…a….kaaann… meninggal….du…nia… E…sok ha…ri????” tanyanya sambil tersenyum lemah.
“Aku sudah buat catatan yang akan aku lakukan Shinta.” Jawabku tegas. Aku hanya mampu tersenyum manis padanya. Aku larut dalam kesedihanku melihat sosok wanita yang aku cintai akan dijemput maut…..
“Shin…..ta…..pa….mit…. du…lu… ya… Dok….. Ma….lai….kat…. Ma….ut…te….lah….da…tang…. Ia……ter…..se….nyum….ma….niiiiss…. pa…..da…. Shiiinnn…..taaaa…. Asyhadu…..Alllahhhhhh…..Ilaaaaa…..Ha…..Illlaallllaaahhhhh….. Waaaa…..aaaassyyyyyhaaaaduuuu…….annnnaaaaa…..Muuuuhaaammmmmadarrrrasuuullullllahhhh….” kalimat tauhid itu menjadi kalimat terakhir dari Shinta malam itu. Suasana haru langsung menyelimuti ruangan ICU. Tangisku seakan tak mampu kubendung. Air mata mengalir di kedua mataku melihat Shinta terbujur kaku.
Sosok wanita yang begitu tegar menghadapi hidup telah menghembuskan nafas terakhirnya di dunia…. Wanita yang begitu tegar menghadapi suratan takdir yang telah dicatat oleh Sang Khalik dengan kepala tegak…. Wanita yang begitu tegar berteman dengan kematian….



Read more

0 KETIKA CINTA HARUS MEMILIH



Tahukan anda apa yang paling sulit yang dilakukan oleh cinta ? Ketika cinta harus memilih. Ini sebuah pilihan yang sulit layaknya anda seperti ada berdiri di sebuah persimpangan jalan. Anda melihat keduanya begitu indah, sehingga anda hanya diam saja dan tidak beranjak dari tempat itu. Karena khayalan selalu selangkah lebih maju daripada khayaln sehingga kita tidak berani mencoba. Benar bukan ?
Saya pernah menghadapi di sebuah persimpangan jalan juga, pilihan A dan B. Sebenarnya saya pribadi ingin memilih yang B karena saya ingin mencoba dan melihat sesuatu yang baru. Entah kenapa saya berbalik mundur dan memilih yang A. Apakah ada timbul sebuah penyesalan ketika saya memutuskan memilih A ? Bohong besar jika saya mengatakan tidak. Saya secara pribadi mungkin terlalu berharap lebih banyak akan sebuah perubahan. Namun terkadang apa yang kita harapkan tidak terjadi. Tapi saya harus yakin akan keputusan saya dan saya pribadi harus menentukan sampai kapan saya harus bertahan. Karena jika anda memilih sebuah jalan tapi hanya berputar-putar, bukankah lebih baik anda memulai jalan yang baru dan mencobanya dengan sesuatu yang baru… Ketika cinta harus memilih, jangan sekali-kali anda menimbang untung atau ruginya, karena ini adalah sebuah keputusan yang penting. Jangan sampai anda menyesal di kemudian hari.
Read more

0 ILALANG KECIL DITENGAH SABANA

 
Setangkai ilalang kecil, di tengah
 Teranugerahi teman alamnya 
Sang bayu melekat dengan sahaja
 Menghangat menghujam klorofil

Kadang rapuh ditengah kebesaran jiwa
Terhempas di tengah agungnya bayu
Tercabik diantara gundahnya badai
Sang surya menghangat, teduhkan jiwa.
Membangunkan raga, tersadar.
Sang bayu menyapa jiwa
 

Sepoi, membuka pori.
Setangkai ilalang kecil, tetaplah tegar.
Saat indahnya alam, saat buramnya bumi.
Kembangkan jiwamu di tengah sang bayu
Tetaplah tumbuh, tetaplah berirama
 

Di kala sang bayu menghembus
Juga di kala sang bayu melanglang cakrawala
Di tengah agungnya sabana.
Read more

0 JEJAK SANG PENGAGUM

Sayap sayap sang pengantar pesan menutupi kesadaranku Pelukannya seperti cengkeraman malam pada bumi, Erat dan pasti. Wajahnya yang berduka meneguhkan hatiku Tapi tubuh dan jiwa ini tak mampu bertahan, Hanya mampu ditentramkan dalam keheningan Saat kegelapan sepenuhnya melindungiku, Aku tak lagi sadarkan diri. Cahaya mata malam dilangit membenturkan aku pada kenyataan. Saat Terbangun dan tersadar, Aku sendirian lagi. Saat Satu persatu kunang kunang memadamkan kedipannya Aku mulai melangkah, Sunyi tanpamu, Namun aku tahu harus terus melangkah…. Pergi sejauh jauhnya dari mu Dari kenangan akan cinta.. Aku dikhianati dan tak ingin membalasnya padamu.. Di langit, gemintang bersinar menantang gerimis yang turun Disudut dunia, dia tampak terpojok meratap Diantara lentera usang yang menyala temaram Semakin menambah kemalangan nasib yang menimpa Senantiasa sepi dan duka selalu dirasakan Derita yang ia rasakan telah terlalu panjang Sebutan sebagai anak yatim piatu bukan keinginanya Beranjak merangkak sendiri diantara belantara hidup Yang terkadang duniapun melupakan dan menindasnya Hari-harinya dipenuhi segenggam kegamangan Tak ada tempat bernaung dan bersandar Tak memiliki tempat tuk berkeluh kesah Sendiri meronta layak ditengah padang pasir Setumpuk penderitaan di kecap sejak dia menyendiri Sudah lama dia tak merasakan sejuknya sapaan hati Sentuhan lembut ayah dan ibu kini telah tiada Cinta, kasih dan sayang,, terlepas dari dirinya Apakah kita tega dengan segala keangkuhan kita Hanya kita tempat dia harus berlindung atas nasibnya Kita jua yang harus menyentuh jiwanya yang gersang Membantunya agar tetap tegar bertahan menjalani kehidupan Di dinding hati tercorak kisah Menyikap tabir berkejaran dijiwa Menunggu terjemput sepucuk cinta Sepenggal hasrat disekeping hati Hasrat memburu menderap langkah Menjegal cerita segera bercahaya Mengegas waktu bertatap mesra Berpeluk kasih membuang hampa Jangan beranjak pergi jua melepas Dari altar cinta walau penuh melodrama Tak terharap menenggelamkan kisah Yang berpalung dihati melekat dijiwa Berhasrat tuntaskan gundah terdenting Menuntun pahatan cinta yang terpatri Membingkai rindu di kisah berprasasti Bersamamu juwitaku sang kumala hati Kala sapa terpaksa tak terucap walau selintas Namun engkau tetap tertatap dengan hati Walau diantara kita tersekat berjauhan Engkau tetap penawan hati yang terkasih Dengan membisukan diri dari seribu bahasa rindu Tanpa sebilah kata sepatah sapa yang terulur Kejam memang membiarkan dirimu hanya termangu Menjadikan dirimu gundah semakin celaru Bukan karna buta hati menutupi sukma Bila tak jua bergerak menatap dalam mesra Bukan jua karna gusar lantas melenggang Seakan mengubur kisah rindu yang terkenang Diantara nafas yang masih terus bergulir Mengukuhkan sebilah kaligrafi kata direlung hati Kan tetap menjadikanmu yang terindah dihati Menghuni bingkai cinta dalam kisah yang menyepi Ku titip salam rindu lewat angin malam Bersama seluruh cinta yang tak pernah padam Pada seseorang yang aku selalu ada dalam doanya Dalam langkahku dalam asanya Yang dalam diriku mengalir darahnya Kutitip segenap cinta lewat angin malam Desiran yang memeriahkan mata Sebab rinduku sudah menjelma Membuat kristal kristal bening mengalir dipipiku Kutitip lewat anginnya malam Yang mengingatkn aku pada kelembutannya Akupun berbisik pelan nan lirih “Aku meRINDUKANMUmu, aku selalu berdoa untukmu, semoga Tuhan selalu melindungimu, dan semoga hidupmu bahagia” BIARKANLAH AKU tetap menjadi pengagummu
Read more

0 BAHASA TUBUH PRIA


eviweb===== - Kadang, pria itu begitu sulit ditebak. Omongannya sedikit, perlakuannya membuat kita berbinar, namun bahas tubuhnya kok sedikit berbeda ya? Aduh, bingung... Nah, sampai di sini, artinya kita harus mencoba memahami bahasa tubuh mereka bila tak ingin 'meraba-raba' apa yang coba ia sampaikan. Karena nggak semua perlakuan itu sesuai dengan bahasa tubuh yang coba mereka sampaikan. Bila Anda saat ini sedang dekat dengan pria dan sering menduga-duga bagaimana sebenarnya perasaan si dia pada Anda, coba deh baca bahasa tubuh pria yang satu ini. Dia Bohong Saat pria bohong, dia akan sering menyentuh area hidung atau telinga. "Saat pria takut ketahuan bohong, detak jantungnya lebih cepat dan darahnya naik ke hidung, kening dan telinga. Menimbulkan rasa gatal dan geli," kata Psikolog, Kevin Hogan. Pria yang sedang berbohong biasanya sedang mengalami keraguan atau kebingungan dalam dirinya. Bila ia sering menunjukkan gelagat gugup dan mencurigakan, beware, Ladies. Dia Menghindari Kedekatan Dengan Anda Biasanya pria akan selalu membawa sesuatu di tangannya. Hal ini untuk menghindari kontak fisik dan kedekatan dengan Anda. "Membuat jarak secara fisikal sampai dia membuat keputusan seringkali menjadi cara bagi pria selagi ia memikirkan sesuatu," kata ahli bahasa tubuh, Patti Wood. Mungkin Anda dan dia sudah merasa akrab satu sama lain. Namun ada kalanya seorang pria masih belum yakin dengan hubungan yang belum ditegaskan ini. Tidak semua orang bisa disentuh sebagai kode kedekatan hubungan. So, lakukan hal serupa dengan membatasi kontak fisik. Dia Akan Menyampaikan Sesuatu Yang Kurang Menyenangkan Biasanya sebelum pria melakukan sesuatu, tubuhnya sudah menunjukkan apa yang ia pikirkan. Pria akan menunjukkan salah satu tanda lewat bibirnya. "Saat pria menyimpan sesuatu di dadanya, mulutnya akan menunjukkan sesuatu seperti melipat bibir ke dalam seolah ada hal yang berat di dalam mulutnya. Dan itu biasanya kabar buruk," ujar Patt Wood. Biasanya hal ini terjadi karena ia akan mengungkapkan sebuah kebenaran. Ya, memang hal itu menyakitkan. Namun, hargai usahanya untuk jujur pada Anda. Dia Merasa Terluka
Saat pria merasakan hal ini, ia seringkali
memegangi pergelangan lengannya. "Seperti sedang membenarkan jam tangan. Namun sebenarnya ini adalah bentuk perasaan tidak aman dan tidak nyaman," kata Wood. Ini adalah tanda bahwa ia melindungi dirinya. Tangan yang dipegang seolah membentuk tameng yang melindungi tubuhnya. Dia Menyembunyikan Sesuatu Biasanya pria akan menyembunyikan tangan di saku. Hal tersebut bisa menunjukkan sebuah perasaan yang tersembunyi di dalamnya. Hal yang ia sembunyikan bisa jadi rahasia,
atau juga kebohongan.
Yang jelas, kita tak bisa menuduh seorang pria karena bahasa tubuh yang ia tunjukkan. Namun, kita bisa sedikit membaca kondisi yang sedang terjadi. Semoga bahasa tubuh pria ini bisa membuat Anda lebih memahaminya.
Read more

0 TOOL WARNA HTML



                               ==== TOOL WARNA HTML 1 ====





                               ==== TOOL WARNA HTML 2 ====





                             ==== TOOL WARNA HTML 3 ====


Read more

0 ARTI SEBUAH KESUKSESAN


Sukses, semua orang pasti ingin mencapai tahap ini. Baik di kalangan remaja, dewasa atau profesi dokter, mahasiswa, pengusaha dan lain sebagainya juga ingin mencapai sebuah kesuksesan dalam karirnya.Banyak kata, pandangan yang dapat kita definisikan tentang arti sukses. Setiap orang mempunyai definisi sukses yang berbeda-beda. Sukses dapat dinilai dari segala sudut, bentuk dan bidangnya.


    Sukses itu tidak hanya dicapai melalui kerja keras, tekun, ulet, pantang menyerah dan berdoa. Namun kesuksesan juga dipengaruhi berbagai faktor internal dan faktor eksternal yang juga mempunyai peranan penting dalam mencapai sukses. Lingkungan internal contohnya situasi keluarga kita. Situasi keluarga dimana keluarga kita selalu hidup dengan penuh kedamaian, mendukung apapun yang kita lakukan, menasehati dan menghargai apapun tindakan yang kita putuskan, intinya selalu ada untuk kita mendukung segala sesuatunya, dapat saling menghargai dan mengerti satu   sama lain. Situasi seperti inilah sukses dapat dicapai, adanya hubungan harmonis dan timbal balik antara anggota keluarga. Dan sebaliknya, jika lingkungan keluarga kita tidak mendukung, mensuport  pekerjaan apapun yang kita lakukan, alhasil keadaan seperti ini hanya menunda kesuksesan untuk kita. Lingkungan eksternal, seperti  lingkungan pergaulan kita mempengaruhi jalan sukses yang akan kita capai. Lingkungan pergaulan yang terbiasa dengan bermalas-malasan, selalu menunda-nuda pekerjaan apapun, menanamkan hal-hal negatif pada diri kita membuat diri kita juga mengikuti kebiasaan seperti itu, lain hal dengan lingkungan pergaulan kita yang terbiasa menanamkan sikap-sikap disiplin dan bekerja keras, teman-teman yang bisa memotivasi antar teman lainnya, inilah lingkungan pergaulan yang baik untuk menuju sukses. Jadi tidak hanya dengan bekerja keras dan doa namun situasi lingkungan internal dan eksternal juga mempunyai pengaruh yang besar dalam mencapai sukses.

    Kesuksesan yang akan kita gapai tentunya butuh pengorbanan yang begitu besar. Pasti akan banyak tantangan yang akan menghampiri jalan kesuksesan kita. Tetapi janganlah kita mudah menyerah begitu saja, disaat kita sedang menghadapi semua tantangan itu, teruslah berjuang. Pernahkah Anda semua mendengar cerita tentang THOMAS ALFA EDISON penemu bola lampu. Lampu-lampu yang menerangi rumah kita saat ini adalah hasil kerja keras dari beliau. Beliau dalam menenmukan bola lampu ini penuh dengan perjuangan, kegagalan. Beratus-ratus kali kegagalan menghampirinya namun beliau tidak mudah menyerah. Beliau terus melakukan penemuanya. Bagi beliau ribuan kegagalan mnurut orang lain tp bagi beliau, itu adlh ribuan jejak yg brhasil beliau lewati utk sampai di puncak pencapaian. Begitu juga dengan kita, jangan takut jika kita dihadapkan pada sebuah kegagalan, tetap semangat dan berjiwa besar. Seperti yang diungkapkan Thomas Alfa Edison "Ribuan Kegagalan adalah Ribuan Jejak untuk Sampai pada Puncak".

    Bagi saya arti sukses arti sukses adalah suatu keadaan dimana kita mencapai titik terakhir dalam menyelesaikan sesuatu. Semua yang dikerjakan dapat deselesaikan secara tepat waktu dan baik. Seperti, menyelesaikan tugas mata kuliah secara tepat waktu dan dengan hasil yang memuaskan, dan kuliah selama satu semester dengan IPK yang memuaskan. Itu juga dapat dikatakan sukses. Sukses tidak berarti kita sudah bekerja dapat menghasilkan uang, melainkan dapat mengerjakan sesuatu dengan baik itu bagi saya sudah dapat dikatakan sukses. Lain lagi dengan teman-teman dan kerabat saya yang memiliki arti sukses tersendiri, berikut pandangan mereka masing-masing :

  • Setiap orang memiliki harapan, sebagai bagian dari aspek psikologisnya sebagai manusia dari unsur id. Dan untuk mencapai harapan itu, manusia kemudian melakukan usaha melalui pikiran dengan belajar menciptakan konsep-konsep atau ide, melalui kata-kata dengan belajar menggunakan kekuatan kata-kata untuk memitivasi diri dan orang lain, serta dengan  perilaku atau tindakan fisik, yang semuanya mengarah pada satu tujuan yakni agar dapat membantu tercapainya sesuati atau keadaan atau status yang menjadi harapan tersebut. Jadi, kesuksesan itu ada beberapa tahapan; sukses ditataran penciptaan kosep atau ide, lalu sukses ditahap motivasi dan negosiasi, sukses ditahap pelaksanaan, dan terakhir adalah kesuksesan utama dimana harapan awal telah tercapai dan menjadi kenyataan.
  • Sukses itu jika selalu menerapkan jujur, ramah dan rajin.
  • Sukses adalah dimana apa yang kita cita-citakan dan impikan sudah tercapai dengan baik, sehingga memiliki pendapatan yang cukup atau lebih untuk diri sendiri maupun orang lain atau yang menjadi tujuan hidup kita tercapai. 
  • Sukses itu keberhasilan yang didapatkan melalui usaha. 
  • Sukses ketika kita sudah mencapai impian. Gagal belum tentu kita tidak sukses, karena kegagalan awal dari sukses. Semakin sering gagal, semakin kuat mental kita meraih sukses.
  • Sukses keadaan dimana orang mencapai keberhasilan.
    Demikian pandangan tentang arti sukses dari kerabat terdekat. Intinya sukses adalah suatu keadaan dimana mencapainya dengan usaha dan keadaan yang kita impikan dapat tercapai dengan baik. Jadi definisi dari SUKSES itu sendiri relatif, karena setiap orang memiliki pandangan tersendiri. Lalu bagaimana arti sukses bagi Anda ?
Read more

0 TOOL PARSE HTML



   <= MASUKAN CODE HTML YANG AKAN DI PARSE =>
            

 © www.sangppencinta.blogspot.com|Get This Widget|
Read more